Breaking News
light_mode
Beranda » Daerah » UMKM dan Masyarakat Berperan Strategis Sukseskan MBG

UMKM dan Masyarakat Berperan Strategis Sukseskan MBG

  • account_circle Wahyu
  • calendar_month Sel, 27 Mei 2025
dok. Humas Pemda DIY

MAJALAHNDN.COM –  Pemda DIY terus mendorong keterlibatan pelaku usaha daerah, UMKM, dan masyarakat dalam mendukung keberhasilan Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Hal ini disampaikan Sekda DIY, Beny Suharsono, dalam acara Pemberdayaan Pelaku Usaha Daerah/UMKM/Masyarakat yang digelar di Eastparc Hotel, Sleman, pada Selasa (27/5), oleh Badan Gizi Nasional.

Beny menegaskan bahwa keberhasilan program MBG sangat bergantung pada sinergi antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat. Menurutnya, program Makan Bergizi Gratis atau MBG bukan sekadar program pemberian makanan, tapi juga merupakan strategi jangka panjang dalam membangun ketahanan pangan, memberdayakan ekonomi lokal, dan memperkuat sistem pangan yang berkelanjutan.

Pemberdayaan UMKM dan masyarakat jadi kunci sukses dalam pelaksanaan MBG. Beny menekankan bahwa pemberdayaan pelaku usaha dan UMKM lokal memiliki nilai strategis dalam penyediaan bahan pangan, pengolahan makanan, hingga distribusi. Program MBG juga membuka peluang besar bagi keterlibatan masyarakat melalui pelatihan gizi, pola makan sehat, dan pengelolaan usaha.

dok. Humas Pemda DIY

“Ketika UMKM lokal dan masyarakat terlibat aktif, maka kita membangun sistem yang mandiri, berdaya saing, dan berkelanjutan. Ini sejalan dengan prinsip ekonomi sirkular yang kita dorong dalam program MBG,” jelas Beny.

MBG ini bisa menjadi penguatan potensi lokal dan ekonomi sirkular. Kabupaten Sleman sebagai tuan rumah kegiatan, dikenal sebagai lumbung pangan DIY dengan surplus komoditas strategis seperti padi, telur, dan cabai. Dari 345.980 UMKM di DIY, 110.142 unit berada di Sleman, dengan sektor dominan mencakup pertanian, perikanan, dan penyediaan makanan-minuman.

“Potensi ini harus kita sinergikan dengan program MBG. UMKM dapat berperan dalam pengolahan hasil pertanian, peternakan, hingga distribusi makanan. Bahkan, kita bisa libatkan BUMDes dan koperasi sebagai simpul penguatan ekonomi desa,” imbuh Beny.

Program MBG juga diharapkan menjadi praktik nyata dari penerapan ekonomi sirkular, dengan memanfaatkan sumber daya lokal, mengurangi limbah makanan, dan mengelola sampah secara efisien. “Inisiatif seperti pemanfaatan sisa makanan untuk kompos, budidaya maggot, serta daur ulang plastik menjadi bagian dari ekosistem baru yang kita bangun,” jelasnya.

Lebih dari sekadar distribusi makanan, MBG diposisikan sebagai investasi sosial jangka panjang. Program ini menanamkan nilai kepedulian pada gizi, mendukung pembangunan ekonomi daerah, serta memperkuat identitas pangan lokal.
“Dengan pendekatan kolaboratif dan partisipatif, masyarakat menjadi subjek utama pembangunan. Kita bangun kapasitas mereka, dorong potensi, buka akses dan kontrol, serta lindungi hak-hak mereka,” tutur Beny.

Direktur Pemberdayaan dan Partisipasi Masyarakat BGN, Tengku Syahdana, menekankan pentingnya peran masyarakat dalam pelaksanaan MBG. “Program ini tidak hanya bertujuan mengatasi masalah gizi anak, tapi juga untuk menggerakkan ekonomi dari desa, memberdayakan UMKM, dan membuka lapangan kerja bagi masyarakat sekitar,” jelasnya.

Tengku memaparkan bahwa setiap Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang merupakan dapur umum MBG, minimal mendistribusikan 3.000 hingga 4.000 porsi makanan per hari. Setiap SPPG membutuhkan tim lokal yang terdiri dari ahli gizi, akuntan, kepala dapur, serta 40–50 tenaga lokal seperti juru masak dan pengelola bahan baku.

“Kami mendorong agar seluruh tenaga direkrut dari lingkungan sekitar—dalam radius 500 meter dari dapur. Ini bentuk nyata dari pemberdayaan masyarakat berbasis wilayah,” tambahnya.

Ia juga menekankan bahwa program ini membuka peluang nyata bagi UMKM lokal seperti peternak telur, petani sayur, penggilingan padi, hingga pedagang ayam. Untuk DIY, dari kebutuhan 276 dapur, baru 44 yang aktif.

“Masih ada peluang besar. Dan kami pastikan pembayaran bahan baku serta insentif dilakukan cepat-bahkan dana talangan sudah disiapkan,” ujarnya.

Tengku juga menyampaikan bahwa pemerintah pusat menargetkan perluasan program ini secara signifikan. Tahun 2026, pemerintah menyiapkan dana sebesar Rp217,5 triliun untuk menjangkau 82,9 juta anak di seluruh Indonesia, di mana 80 persen dana tersebut akan dibelanjakan di tingkat desa. “Ini bukan hanya proyek gizi, ini gerakan ekonomi rakyat. Mari kita manfaatkan ini untuk gizi anak-anak kita sekaligus kesejahteraan masyarakat,” pungkasnya.

Acara ini menjadi ruang diskusi antara pemerintah, pelaku UMKM, dan komunitas masyarakat untuk menyusun strategi implementasi MBG yang inklusif dan berkelanjutan. Diharapkan, model yang dikembangkan di Sleman dapat direplikasi di kabupaten/kota lain di DIY sebagai contoh praktik baik kolaborasi pembangunan berbasis masyarakat. (uk/sd)

  • Penulis: Wahyu
expand_less